Pada suatu hari, ki Manku dan Ni sekar sedang bekerja di
lading milik mereka. Tidak disangka mereka menemukan seorang bayi diantara
semak semak. Bayi itu laki-laki, namun besarnya hanya sekepal tangan orang
dewasa.
Ki mangku dan istrinyha merasa sangat bahagia menemukan
seorang bayi karena mereka tidak mempunyai anak. Mereka mengangkat bayi itu
sebagai anak mereka. Bayi itu diberi nama Alit yang artinya kecil.
Sepuluh tahun berlalu tetapi tubuh Alit tidak setinggi anak-anak
seusianya. Tubuhnya hanya setinggi dua jengkal orang dewasa. Orang-orang sering
mencemooh Alit. Mereka menganggap Alit tak sama dengan mereka dan tak berguna.
Pada suatu hari Alit berdiri di depan cermin. Diamatinya
tubuhnya
yang cebol. Ia pun menangis menyesali nasibnya.
“memang benar, aku kecil, cebol, dan tidak berguna bagi
siapapun,” keluhnya sedih.
Namun, hal itu tidak
berlangsung lama. Ia sadar, menyesali nasib tak akan merubah nasibnya. Alit
lalu berusaha menghibur diri. Ia memanjat pohon di belakang rumahnya. Dari atas
pohon ia dapat melihat lingkungan sekitar rumahnya yang indah. Ia merasa sangat
senang dan terhibur.
Tiba-tiba Alit terperanjat. Ia melihat seekor ular besar
tidur melingkar di tepi sungai. Sungai itu jarang dikunjungi warga. Alit
khawatir penduduk desa belum mengetahui keberadaan ular tersebut. Jika benar
demikian penduduk desa terancam bahaya.
Alit lalu berkeliling desa untuk mengabarkan adanya ular
besar di tepi sungai yang dilihatnya. Orang-orang tak begitu saja mempercaya
berita itu. Beberapa orang malahan menertawakannya.
Setelah seharian berkeliling desa. Sore harinya dengan
lunglai Alit pulang kerumahnya. Ia lelah dan kecewa. Usahanya memperingatkan
para penduduk desa tak berhasil. Meski lelah, semalaman Alit tidak bisa tidur.
Ia gelisah memikirkan ular itu.
Tiba-tiba tengah malam, warga desa Bulani gempar. Penduduk
berteriak histeris dan ketakutan . seekor ular besar telah masuk desa Bulani.
Ia memakan domba, sapi, dan kerbau milik penduduk. Beberapa rumah penduduk
terbakar karena semburan api sang ular besar. Ular itu baru pergi setelah
kenyang.
Meski ular itu telah pergi, penduduk desa tetap cemas.
Mereka khawatir ular itu akan kembali masuk desa dan membawa bencana yang lebih
besar. Mereka lalu berkumpul untuk berembug , mencari cara memusnahkan ular
itu. Banyak cara diusulkan oleh penduduk, tetapi sangat sulit dilakukan.
“saya punya usul. Bagaimana kalau semburan api ular itu kita
matikan dengan menutup mulutnyadengan sebongkah batu sebesar kepalan tangan,”
kata Pak Ruki menyampaikan pendapatnya.
“bagaimana mungkin kita bisa meletakkan batu tersebut,”
Tanya yang lain dengan serempak.
“saya mungkin bisa meletakkan batu itu,” Alit mengajukan
diri.
“Ya, Alit merupakan satu-satunya harapan kita. Besok pagi
ular itu akan tidur Karena kekenyanyan. Pada saat itulah kita bisa bersama-sama
membuka mulut ular dengan pengungkit kayu. Setelah terbuka Alit bisa masuk ke
dalam mulut ular itu untuk menutup lubang semburan api,” jawab pak Ruki.
“Bagaimana cara membunuh ular itu ? bukankah ular tersebut
hidup walaupun tidak dengan semburan api?” Tanya beberapa penduduk yang tidak
percaya.
“Kita lihat saja besok,” jawab pak Ruki meyakinkan.
Fajar pun menyingsingkan, mereka beramai-ramai menuju sungai
. para lelaki dewasa berusaha keras untuk membuka mulut ular itu. Akhirnya
mereka berhasil membukanya. Alit segera masuk ke mulut ular dengan membawa batu
sekepal tangan. Tak lama kemudian, Alit keluar dari mulut ular. Alit telah
berhasil menyelesaikan tugasnya. Dan, mereka segera pulang ke desa.
Siang itu ular itu bangun dari tidurnya. Ia merasakan ada
sesuatu yang mengganjal di dalam
mulutnya. Ia pun berusaha
mengeluarkannya, tapi tidak berhasil. Tak lama kemudian terdengar suara keras.
“Dhaarrr!!”
Sang ular meledak dan tubuhnya terbakar. Rupanya ketika sang
ular terus berusaha mengeluarkan batu itu, semakin besar api yang hendak
keluar. Semakin lama, tubuh ular semakin penuh dengan api sehingga membakar
dirinya sendiri. Penduduk desa sangat berterimakasih pada Alit. Mereka kini
sadar bahwa siapapun bisa berguna, meski Ia setinggi dua jengkal, seperti Alit.
No comments:
Post a Comment