MENGEMBANGKAN MODEL PENDIDIKAN MULTIKULTURAL




Untuk mengatasi berbagai konflik horizontal, pendidikan bisa berperan membentuk pandangan siswa mengenai kehidupan dan meningkatka penghargaan terhadap keberagama. Pendidikan multicultural di Indonesia menghadapi tiga tantangan mendasar.
Pertama, fenomena homogenesasi terjadi dalam dunia pendidikan dalam  dunia pendidikan akibat tarik ulur antara keunggulan dan keterjangkauan. Para siswa tertampung dalam sekolah-sekolah sesuai dengan latar belakang sosio, ekonomi, agama dan etnisitas. Apalagi pasal  yang mengatur pendidikan agama dalam UU Nonor 20/2003 membuat sekolah berafiliasi agama merasa
enggan menerima siswa tidak beragama. Lalu, terjadi pengelompokan anak berdasar agama, kelas sosio-ekonomi, ras dan suku.
Tiap anak-anak bergaul dan berinteraksi hanya dengan teman segolingannya. Jika interaksi di luar sekolah juga demikian, pengalaman anak-anak untuk memahami dan menghargai perbedaan menjadi amat langka
Tantangan kedua dalam pendidikan multi-kultural adalah kurikulum. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anita Lie  terhadap kurikulum 1994 membuktikan bahwa isi 823 teks bacaan dalam buku  44 buku jar bahasa Inggris yang digunakan di SMA berdasar gender, status sosio – ekonomi , kultur local, dan geografi. Dalam keempat kategori itu, buku ini masih menunjukan ketidakseimbangan dan bias yang amat membatasi kesadaran multicultural peserta didik.

No comments:

Post a Comment