Abu Nawas Menjebak Pencuri Domba



Untuk persiapan hari raya Qurban, abu nawas membeli seekor anak domba. Anak domba tersebut rencananya akan dipelihara dan dijual pada hari Raya Qurban nanti. Diharapkan anak domba tersebut sudah menjadi  gemuk daan besar pada saatnya nanti.
“Tentu harganya mahal !” namun Abunawas “Dan aku pasti untung besar.” Tapi untung tak diraih, malang tak dapat ditolak. Belum dua hari Abunawas memeliharanya, tiba-tiba anak domba itu hilang dicuri orang. Dapat dibayangkan betapa sedihnya hati Abunawas.
“Tega benar pencuri itu padaku,” gumam Abunawas “ Padahal aku membelinya dengan susah payah.”
Berhari-hari Abunawas mencarinya, tapi tidak ketemu juga. Dari pengamatannya, pencuri domba
itu bukan orang jauh.  Kalau bukan tetangga, pasti orang-orang yang dekat sini saja. Tapi bagaimana memastikan bahwa merekalah pencurinya ?
Seminggu kemudian, Abunawas diundang tasyakuran. Yang mengundang adalah tetangga dekatnya yang bernama Towos. Selain Abunawas, Towos juga mengundang pak Hakim. Sejak menerima undangan itu, Abunawas sudah merasa curiga dengan Towos. Perasaan itu terpatri kuat pada diri Abunawas.
Dalam acara tasyakuran tersebut dihidangkan menu sate dan gulai yang amat lezat. Baunya semerbak membangkitkan  selera. Abunawas menahan perasaannya dalam-dalam.
“Jangan-jangan sete dan gulai ini berasal dari anak domba kepunyaanku,” batin Abunawas. Tapi dia berusaha tidak mengatakannya. Dia sibuk mencari akal bagaimana memastikan daging sate dan gulai ini berasal dari anak domba kesayangannya. Di sela-sela makan, Abunawas sengaja membual di hadapan para undangan.
“Kalau makan sate dan gulai seperti ini, aku jadi ingat anak domba kesayanganku, “ ujar Abunawas mengawali bualanya.
“Tapi sayang,” lanjutnya. Abunawas lagi, “ Anak domba kepunyaanku itu telah hilang dicuri orang. Padahal ….?”
“Padahal Abunawas ?” Tanya pak Hakim  yang rupanya tertarik dengan cerita Abunawas.
“Padahal anak domba kepunyaanku itu tidak ada bandingannya di seantero Bagdad ini. Badannya gemuk, matanya bersinar, bulunya lembut bagaikan sutera. Siapa yang melihat pasti ingin memilikinya,”
Mendengar cerita Abunawas itu pak Hakim dan para undangan manggut-manggut mendengarnya.
“Sayang sekali aku belum melihatnya, “ ujar Pak Hakim mengomentari cerita Abunawas.
“ Itu belum seberapa, “ lanjut Abunawas meneruskan bualanya.” Di saat bulan purnama, anak domba kesayanganku itu bisa juga mendendangkan lagu-lagu qasidah.”
Pak Hakim dan tamu undangan semakin tercengang. Mereka seakan-akan tidak percaya. Tapi situasi semacam itu membuat Towos, tuan rumah menjadi panas hatinya. Dia tahu persis bahwa anak domba kepunyaan Abunawas sama sekali tidak seperti yang diceritakan oleh siempunya. Tanpa sadar, dia keceplosan.
“ Badrun ! “ teriak Towos memanggil anaknya “ Tolong ambilkan kulit domba yang baru saja kita sembelih dan bawa ke sini !”
“ Buat apa Pak ?” Tanya Badrun
“ Biar Pak Hakim dan para undangan  tahu kalau Abunawas adalah seorang pembual besar. Dengan melihat kulitnya, mereka akan tahu  kalau anak domba Abunawas kurus dan kurapan,”
Mendengar Towos keceplosan ngomong, seketika Abunawas menghujam pertanyaan  yang telak.
“ Jadi kau yang mencuri anak dombaku ?” sergah Abunawas. Towos kegagapan. Dia sadar kalau keceplosan ngomong. Akhirnya mau tidak mau dia menuai akibatnya. Mendapat malu ditengah-tengah Pak Hakim dan para undangan, sementara itu, Abunawas walau kehilangan anak domba, akhirnya bisa tersenyum karena berhasil mempermalukan pencurinya di depan orang banyak.

No comments:

Post a Comment