Biografi Yusril Ihza Mahendra



Dibalik penampilannya  yang modis dan terpelajar, Yusril Ihza Mahendra memiliki cerita menarik saat pertama menginjakkan kaki di Jakarta. Pria yang kini menjabat menteri Sekretaris Negara itu sempat tinggal dari masjid ke masjid selama kuliah di Universitas Indonesia.
Pria yang selalu disapa  dengan sebutan Yusril ini sekarang menjadi salah satu orang kepercayaan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Sebelum dipercaya SBY, di era Presiden Gusdur dan Presiden Megawati, pria yang dikenal sebagai ahli hokum tatanegara itu juga masuk jajaran kabinet. Selain itu, dia adalah
ketua umum Partai Bula Bintang. bukan hanya politikus, kapasitas intelektual Yusril tidak perlu diragukan karena dia adalah salah satu guru besar hokum di Universitas Indonesia.
Namun siapa sangka Yusril menggapai  semua sukses itu dengan susah payah. Saat pertama menginjak Jakarta, pria asal Belitung tersebut sampai mengalami masa-masa sulit. Pengalaman yang membawanya menggapai cita-cita itu diceritakan secara gamblang oleh Yusril.
Dengan menghelan napas agak panjang dan pandangan sedikit menerawang. Yusril menuturkan pengalamannya di Jakarta. “ Saya sempat tinggaldi masjid saat pertama tiba di Jakarta ini, “ Urai  alumnus Fakultas Hukum UI tersebut memulai pembicaraannya,
Di tahun pertamanya kuliah, 1976 kondisi Yusril dapat dikatakan agak mengenaskan. Bagaimana tidak, Yusril muda harus rela tidur di lantai Masjid yang lembab dan dingin. Dia hanya tertawa ketika ditanya tentang alamat tinggalnya. Hidupnya berpindah pindah dari masjid ke masjid.
“Ada banyak masjid  yang dulu sempat saya gunakan untuk menetap. Mulai Masjid Al-Azhar (Kebayoran Baru) hingga majid-masjid di kawasan Bendungan Hilir, “ katanya. Salah satu alasan Yusril tinggal di masjid tersebut adalah memenuhi nasehat ibundanya, Ny. Nursita Sandon, sebelum merantau ke Jakarta.
Untuk menyambung hidupnya, yusril bekerja serabutan. Tidak ada jalan lain untuk menghasilkan uang bila ingin tetap kuliah di kampus kuning itu. Berbagai pekerjaan sempat dikerjakan. Mulai memberi les ngaji hingga berjualan ikan di pasar.” Saya sempat menjalani itu, “ katanya dengan nada meyakinkan.
Yusril yang saat itu sempat tinggal di Masjid Al-Azhar lebih banyak mengajar mengaji dan bela diri kepada jamaah masjid tersebut. Hasilnya ternyata cukup lumayan. Setidaknya, Yusril masih tetap bisa bertahan hidup di tengah keganasan kota Jakarta.
Karena kebutuhan hidupnya makin tinggi, dia mulai memikirkan cara agar kantongnya semakin terisi. Tampaknya, hasil memberi les ngaji semakin hari semakin menipis. Dia lantas memutuskan mencari pekerjaan lain.
Yusril memutuskan berjualan ikan dan kelapa di Pasar  Tanah Abang. “ Ya memang tidak setiap hari saya jualan ikan, tapi saya sempat mengalaminya,” ungkapnya.
Berbagai macam ikan menjadi komoditas dagangannya. Mulai ikan segar sampai ikan asin yang tahan lama disimpan. “ Saya membawanya sendiri ke Pasar,” kata pakar hokum tata Negara tersebut.
Sedangkan kelapa yang dijualnya berasal dari kawannya yang tinggal di Kalimantan. Saya menjualnya di sini, “ ujarnya sambil memasukkan tangan kanannya  ke saku celana.
Meski didera berbagai kesulitan, Tekad Yusril untuk menaklukan Ibukota Jakarta tidak surut. Dia yakin, di Jakarta dirinya akan mencicipi pengalaman manis.
Hidupnya mulai terang ketika mulai akrab dengan Profesor Usman, dosennya di UI yang juga tokoh Masyumi. Termasuk, berkenalan dengan tokoh sentral Masyumi Moh, Natsir yang dikaguminya sejak kecil. “Pak Usman membawa saya untuk bertemu dan berkenalan dengan Moh. Natsir,” jelasnya
Berbagai pengalaman di Jakarta tersebut ternyata membuat pria kelahiran Manggar, Bangka Belitung, 15 Februari 1956, itu kian matang setelah tujuh tahun berkuliah, Yusril Akhirnya meraih gelar sarjana pada tahun 1983
Bakatnya yang menonjol masa kuliah menghantarkan dirinya menjadi dosen di almamaternya tersebut. Pekerjaan itu sekaligus menjadi gerbang Yusril menempuh  pendidikan Pasca Sarjana. Dia meraih gelar master di Universiti of the Punjab, India (1984). Sedangkan gelar Doktor dirai di university Sains Malaysia tahun 1993.
Berkat pendidikan itulah yang menghantarkannya  ke panggung politik nasional. Pada era pemerintahan Soeharto, selama dua tahun dia dipercaya menulis 204 naskah pidato bagi mantan orang kuat  di Indonesia Tersebut.
Presiden boleh silih berganti. Namun Yusril tetap duduk di pentas nasional. Dia dikenal dekat dengan Habibie. Pada era Gusdur, dia dipercaya menjadi menteri kehakiman dan HAM. Begitu juga pada era Presiden megawati. Kini Yusril kembali menjadi menteri Sekretaris Negara pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

No comments:

Post a Comment